Setelah berjuang sebagai relawan banjir bandang Banyuwangi pada hari Ahad dan Senin (12-13 Rabiul-Akhir 1444 H/ 7-8 November 2022), Relawan YBM PEDULI dan MAA (Ma’had Aly Al-Aimmah) Malang yang terdiri dari Ustadz Dr. Abu Sholih Harno Purwanto, S.P., M.P.I., Ustadz M. Maulana Abdillah Annury, Aan Bin zaen, M. Daffa, Farhan, Ahmad Munaji dan M. Dayu Alfian beristirahat di Kota Situbondo. Pada Hari Selasa 14 Rabiul-Akhir 1444 H/9 November 2022 pukul 03.15 WIB Relawan pergi ke pantai Tangsi terlebih dahulu untuk melakukan observasi fajar shodiq dan memancing ikan. Kemudian pergi ke pantai Pathek pada pukul 07.27 WIB, kemudian sampai disana pukul 08.11 WIB. Hal ini dilakukan untuk semakin memahamkan Fajar Shodiq dan kapan munculnya serta sebagai bentuk refreshing melepaskan diri dari kepenatan.
Sesampainya di pantai Pathek, Para relawan YBM PEDULI dan MAA langsung menuju tepi pantai dan menikmati indahnya pantai tersebut. Terdapat banyak keunikan di pantai ini. Yang pertama bahwa untuk masuk pantai ini pengunjung tidak perlu membayar biaya, sebagaimana pantai-pantai pada umumnya sehingga masuk pantai ini gratis. Hanya membayar kamar mandi yang disediakan pengelola pantai. Kedua, di pantai ini tidak ada ombaknya, sehingga air laut di pantai ini sangat tenang dan sangat cocok untuk berenang. Yang ketiga, lebih unik lagi, ketika para relawan sudah berenang ke tengah laut kurang lebih sejauh 30 meter dari tepi pantai, kedalaman air laut hanya sebatas perut saja. Kalau di pantai lain, jarak 30 meter itu sudah bisa membuat orang tenggelam bagi yang tidak bisa berenang. Barulah ketika sudah mencapai jarak kira-kira 60 meter dari tepi pantai Pathek Situbondo, kedalaman air laut sudah mencapai sebatas leher relawan. keempat, bahwa lantai di pantai tersebut terdiri dari pasir yang padat, tidak berlumpur dan tidak ada bebatuan atau karangnya. Sehingga airnya menjadi jernih dan tidak berbahaya untuk berenang. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah adalah batu-batu yang disusun untuk memecah ombak. Jika terkena kaki, maka bisa mengakibatkan luka.
Di jarak 60 m itulah para relawan melakukan berbagai aktivitas. Mereka belajar berenang, lomba renang, mencari rumput laut, atau hanya sekedar menikmati pemandangan lautan yang sangat luas. Sebagian relawan mengatakan bahwa pantai ini seperti kolam renang raksasa, karena dangkalnya dan tidak ada ombaknya sama sekali. Ditambah dengan adanya gunung dan beberapa kapal tambang minyak serta kapal lainnya, semakin menambah indah pemandangan laut tersebut dan menambah betah para relawan untuk berlama-lama di lautan itu.
Uniknya lagi (kelima), di jarak yang sejauh itu dari tepi pantai, para relawan tidak menemukan tanda-tanda hewan predator laut. Padahal itu jarak yang sudah cukup jauh dari pemukiman warga. Alhamdulillah para relawan aman-aman saja ketika berenang di jarak seperti itu di pantai tersebut. Dan yang paling mengesankan adalah ketika para relawan sedang asyik berenang. Tiba-tiba banyak ikan muncul dan melompat ke udara dari permukaan laut. Sebagian relawan ada yang mengatakan itu ikan terbang. Itu benar-benar berkesan di hati para relawan. Karena baru kali ini melihat ikan terbang atau melompat-lompat di hadapan mereka dengan jarak hanya sekitar 10 sampai 15 meter. Salah satu relawan MAA, yaitu Ahmad Munaji (21) berinisiatif untuk mengumpulkan rumput laut yang masih bersih di tengah laut tadi untuk dimasak menjadi makanan ringan seperti keripik rumput laut, sehingga terkumpullah satu kantong kresek ukuran sedang berisi rumput laut yang nantinya akan dimasak menjadi keripik.
Para relawan tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengabadikan momen indah ini dalam bentuk foto. Karena memang kesempatan seperti ini jarang didapatkan oleh mahasantri yang pondoknya jauh dari pantai. Sehingga terasa kurang apabila di kesempatan seperti ini tidak mengambil foto bersama sebagai dokumentasi dan kenangan.
Refreshing kali ini terasa semakin sempurna karena setelah berenang, para relawan menyantap mie instan. Di warung yang terletak persis di tepi pantai. Sebagian relawan diberi pilihan antara mie goreng original atau mie kuah. Sebagian mereka memilih mie goreng karena mie itu cocok disantap di tepi pantai. Sambil menikmati indahnya pemandangannya. dan sebagian lagi memilih mie kuah, dengan harapan, kuah dari mie yang panas itu dapat menghangatkan badan mereka lebih cepat setelah beberapa lama berendam di air laut. Setelah itu para relawan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Kemudian para relawan kembali pada jam 10.00 WIB menuju tempat istirahat dan bersiap untuk melakukan aktivitas selanjutnya.
Reporter : Muhammad Daffa Adiputra Yarman Mahasantri Prodi I’dad Huffazh semester 5 asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan.